Latar — Kontroversi Rompi di Lokasi Banjir
Saat turun tangan meninjau korban banjir dan longsor di Padang, Sumatera Barat, pada Minggu 30 November 2025, Verrel Bramasta memakai sebuah rompi yang kemudian viral di media sosial. Banyak netizen menganggap rompi tersebut menyerupai rompi antipeluru (body armor), sehingga muncul pro dan kontra tentang kesesuaian pakaian untuk kegiatan kemanusiaan di area bencana.Pojoksatu+2detikcom+2
Postingan foto/video Verrel di lokasi bencana — saat ia membagikan bantuan dan berbincang dengan warga — memancing komentar pedas dari sebagian warganet. Mereka berargumen bahwa rompi gaya militer terlihat “berlebihan” dan membuat suasana tinjauan bencana seperti operasi keamanan.Konteks – Baca Teks Sesuai Konteks+1
🗣️ Klarifikasi Verrel: “Rompi Biasa, Bukan Antipeluru”
Menanggapi heboh di media sosial, Verrel secara jelas menyatakan bahwa rompi yang ia kenakan bukan rompi antipeluru. Dalam pernyataannya kepada media, ia menjelaskan bahwa yang dia pakai adalah tactical vest biasa — tanpa pelat balistik — dan lazim digunakan di kegiatan lapangan, bukan keperluan militer.detikcom+2detiknews+2
Menurut Verrel, rompi tersebut dilengkapi sistem kantong modular (MOLLE), sehingga sangat berguna untuk membawa peralatan kecil seperti air minum, uang bantuan tunai, atau barang kebutuhan darurat ketika mobilitas di lokasi bencana tinggi.detiknews+1
Ia menyebut bahwa penggunaan rompi ini bukan untuk menunjukkan kekuatan atau kekuasaan, melainkan demi efisiensi — agar dia bisa bergerak bebas dan membantu warga dengan cepat di medan sulit.Konteks – Baca Teks Sesuai Konteks+1
Verrel menunjukkan bahwa tudingan bahwa rompi itu “antipeluru” atau “pelampung” merupakan distorsi informasi.detikcom+1
🤲 Fokus: Aksi Kemananusiaan, Bukan Simbol Militer
Terlepas dari kontroversi pakaian, Verrel tetap menegaskan bahwa niat kunjungannya adalah membantu korban banjir — turun langsung ke lapangan, melakukan pendataan, mendengarkan kebutuhan warga, serta menyerahkan bantuan pribadi.Konteks – Baca Teks Sesuai Konteks+1
Menurut laporan, aksi Verrel malam itu bukan sekadar simbolis: ia terlihat membagikan bantuan nyata, mendengarkan keluhan warga, dan turun ke titik-titik terdampak. Banyak warga yang menyambut kehadirannya dengan rasa haru & apresiasi.bandarlampungpost.com+1
Dengan demikian, rompi yang ia pakai berfungsi sebagai vest fungsional — bukan atribut militer — untuk mempermudah distribusi bantuan dan mobilitas di lokasi yang penuh tantangan.detiknews+1
📣 Reaksi Publik & Media: Campur Aduk
Setelah klarifikasi Verrel, reaksi dari masyarakat tetap beragam:
-
Sebagian orang menerima penjelasannya sebagai logis — memahami bahwa tactical vest memang bisa punya fungsi praktis di medan bencana.
-
Namun, sebagian lain tetap skeptis; mereka merasa bahwa memakai vest ala militer di lokasi bencana bisa memberikan kesan simbolik yang tidak pantas — atau bisa menimbulkan kesalahpahaman di tengah situasi sensitif.Pojoksatu+1
-
Media mencatat kontroversi ini sebagai contoh betapa pentingnya sensitivitas simbol — bahwa apa yang dipakai publik figur bisa dengan cepat diartikan sebagai “pesan” ke publik, bahkan kalau niatnya sebenarnya sederhana.Konteks – Baca Teks Sesuai Konteks+1
✅ Kesimpulan: Intensi vs Persepsi
Kasus ini menegaskan satu hal: ketika publik figur turun ke lapangan dalam situasi krisis — bencana, kemanusiaan, penyelamatan — cara berpakaian, gesture, dan atribut bisa berperan besar dalam membentuk persepsi.
Verrel Bramasta sudah memberi penjelasan: rompi itu fungsional, bukan simbol militer. Tujuan utamanya: membantu, tidak mencari eksposur. Tapi masyarakat tetap punya respons masing-masing, berdasarkan interpretasi dan persepsi mereka.
